Kenyamanan Hati

Dua garis mata sayu yang lelah, telah menunggu di depan rumah pagar berwarna cokelat. Malam itu badannya diselimuti dengan kemeja kotak-kotak ......

Selasa, 23 Oktober

Minggu ini kita sudah bertemu, jadi.....kalian pasti tau kan kita akan bertemu lagi kapan? (Baca Perkenalan Hati untuk jawabannya)

Aku menyegerakan diri untuk langsung duduk di bangku belakang kendaraan beroda dua tahun 2000-an. Tujuan malam itu adalah..... Bandara. Ya, satu persatu kawanku meninggalkan kota Pelajar.
Malam itu jalanan cukup ramai namun Dia hanya diam. Tidak seperti biasanya, malam itu mulutnya terbungkam. Ingin ku mulai percakapan....namun ku urungkan niat dan memilih diam. Semakin lama jalanan semakin lengang. Sepanjang perjalananpun aku hanya melihat bintang-bintang yg terlihat cukup terang. Seperti biasa....jika dalam keadaan canggung seperti ini otakku jadi punya mulut sendiri.

Apakah dia lelah? Kesal karna lelah? Aku kan tidak memaksanya, hanya menawarkan jika dia mau menemani. Toh jika tidak mau aku bisa berangkat sendiri. Daripada aku dianggap penumpang asing seperti ini. Otakku berkata lagi... Oh mungkin dia hanya ingin konsentrasi.

Karna terlalu banyak berasumsi sendiri, aku tidak sadar kalau kita sudah sampai. Dia akhirnya membuka percakapan dengan menanyakan kawanku di Terminal A/B. Seiring dengan langkah kaki menuju tempat kawanku, akhirnya Dia yg ku kenal sudah kembali. Jika gigi taring sebelah kirinya yg agak gingsul sudah terlihat maka ini tanda aku bisa mengajaknya bersenda gurau. Aku berharap gigi taringnya yg agak gingsul itu tidak membuat orang lain terpukau

Setelah mengambil beberapa foto sebagai kenangan, kawanku beranjak pergi meninggalkan kami yg hatinya masih terpaut di Kota ini. Setidaknya berpisah dengan pamit lebih baik daripada pergi dengan menghilang. Aku dan Dia memutuskan untuk mengisi perut dahulu sebelum pulang. Berbeda dengan tadi, kali ini Dia mulai mengeluarkan kata demi kata selama perjalanan menuju rumah makan. Mungkin moodnya sudah kembali.

Malam itu kita makan makanan khas Indonesia di warung makan dekat dengan Kampus "Pejuang". Di tengah-tengah persawahan, ditemani rembulan bersama Dia si pria idaman. Makan sepiring berdua, bukan romantis, sungguh bukan. Karna porsinya banyak dan hemat. Seperti biasa..es teh yg dipesan pasti tiga, karna Dia seperti onta. Seperti biasa juga aku slalu menopang wajahku ketika Dia mulai bercerita. Aku tidak pernah bosan, malah ketagihan. Kugunakan waktu yang kupunya untuk merekam seluruh mimik yg tergambar di wajahnya, aku takut suatu saat nanti aku akan lupa. Disaat mata kita terpaut, aku slalu berusaha sebisa mungkin membalas tatapannya dengan menaruh perasaan yg dalam. Berharap Dia mampu membaca isyarat hati yg masih terpendam. Benar saja kita bertemu hari ini, karna selain hari ini Dia akan pulang dan tidak memiliki hari lagi.

Waktu selalu berjalan begitu cepat disaat aku menikmati setiap alur yg Dia buat. Tuhkan... semakin aku sering bertemu dengannya semakin sulit buatku untuk mempersiapkan diri jauh darinya. Karna aku tau, aku tidak bisa di Kota ini lama-lama. Aku hanya ingin memanfaatkan waktu yang tersisa, namun disisi lain hati ini semakin merana.

Dia seperti magnet yang dapat menarik seluruh lelah. Walaupun langit sudah malam, aku tetap tidak ingin berpisah. Sudah beberapa kali tanpa sadar aku terus menguap. Aku memang merasa lelah namun tidak ingin semua ini sudah. Dia kemudian melirik jam tangannya dan berkata

"Udah malam, yuk pulang"

Aku tidak ingin, sangat tidak ingin. Aku masih ingin menikmati malam yang dingin. Namun apa boleh buat, esok hari aku harus training dan berangkat pagi, jadi yg keluar dari bibir ini

"Yuk pulang"

Kita kembali menyusuri jalanan panjang yg sunyi ditemani serangga yg berbunyi. Aku ingin tetap disini, di posisi ini dan tidak ingin pergi. Hanya bintang dan langit malam yang mengerti seperti apa senyuman yg terpancar di bibir ini.

Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi esok, apakah kita masih menjadi kita? Atau hanya aku? Semua yang datang tiba-tiba bisa saja pergi tanpa iba. Apakah aku siap jika di hari-hari berikutnya tidak ada Dia? Aku egois dan tidak ingin memikirkan kenyataan yg ada. Ku tutup segala kemungkinan yg nantinya akan membuat hati ini terluka,  karna saat dengannya hati ini hanya bisa merasakan bahagia.

Comments

Popular posts from this blog

Amazing Show ILLUCINATI TOUR at Bogor

Kuliah Day-1 (BAD DAY)

Perkenalan Hati